AC Milan, sang Pemberi Harapan Palsu

Pasukan Rossoneri datang ke Nou Camp dengan kepala tegak usai memberondong Barcelona dua gol tanpa balas di San Siro tiga minggu yang lalu. Milan, yang waktu itu tidak diunggulkan, membalikkan semua prediksi. Para penggila bola non-Milanisti yang bersiap untuk tertawa, saat itu tercekat dan takjub melihat tim terbaik dunia dipermainkan bocah ingusan semacam Stephan El Shaarawy dan M’Baye Niang. Ya, saat itu Milan seakan-akan menjadi Cinderella dalam semalam.

Praktis, hasil di leg pertama babak 16 besar Champions League 2012/2013 tersebut membuat para pengamat menjagokan Milan untuk lolos ke babak selanjutnya. Memang, masih ada leg kedua yang bakal dimainkan di kandang lawan. Tetapi, hampir semua bursa taruhan yakin bahwa Milan tidak akan begitu mudah digelontor Barcelona dengan tiga gol atau lebih.

Tadi malam, harapan para pengamat itu sedikit demi sedikit mengerut. Baru lima menit laga berjalan, Lionel Messi sudah membobol gawang Christian Abbiati dengan tendangan kerasnya dari bibir kotak penalti. Hebatnya, saat itu tak kurang dari enam pemain Milan mengerubuti Messi. Tetapi, si Kutu tetaplah si Kutu. Dia mampu melepaskan sepakan dahsyat yang membuat misi remontada Barcelona mendapatkan angin segar di awal laga.

Dipasangnya David Villa sebagai penyerang tengah, dengan Messi membayangi di belakangnya, ternyata menjadi solusi jitu. Messi, yang berhasil dimandulkan oleh sistem pertahanan Milan di leg pertama, semalam mendapatkan ruang yang lebih luas untuk berkreasi. Para bek Milan, terutama Philippe Mexes, terpecah perhatiannya oleh pergerakan David Villa yang biasanya ditempatkan di pinggir. Messi, yang semalam tidak lagi menjadi false nine, tapi the real number ten,  menjadi lebih bebas dan kesempatan ini dipergunakan olehnya untuk menghajar gawang Milan.

Christian Abbiati, yang saat leg pertama sesumbar tidak berkeringat, semalam sudah panik dan jatuh bangun membendung gempuran Barcelona di kala laga baru berlangsung 15 menit. Para Milanisti, yang setelah leg pertama melontarkan lelucon, “Messi memang magician, dia menghilang di San Siro,” semalam langsung tersenyum kecut begitu sang Messiah merobek gawang Abbiati untuk kali kedua dari luar kotak penalti. Di Camp Nou, Messi benar-benar menunjukkan kekuatan mejik-nya.

Selain Messi, pemain Barca yang tampil hebat adalah Sergio Busquets. Perannya sebagai ball-winner dan deep-lying playmaker membuat Barca begitu dominan dan mendikte permainan dari lapangan tengah. Trio lapangan tengah Milan yang dikomandani Riccardo Montolivo dan dianggap sebagai hero saat leg pertama, semalam menjadi zero. Mereka hanya bisa berlari ke sana ke mari, seperti main kucing-kucingan, tanpa mampu merebut bola dari penguasaan Busquets, Xavi, dan Iniesta.

Meski demikian, AC Milan bukannya tanpa perlawanan. Di babak pertama, sesaat sebelum Messi mencetak gol kedua, M’Baye Niang sempat meletupkan harapan ketika berhasil menerobos pertahanan Barcelona, buah dari kesalahan Javier Mascherano, yang sebetulnya rawan tembus seperti pembalut berkualitas rendah itu. Tapi, sayang beribu sayang, bola tendangan Niang, yang dilepaskan sambil berhadapan one-on-one dengan Victor Valdes, malah membentur tiang gawang. Saat ini dan seterusnya, M’Baye Niang akan selalu dikenang sebagai M’Baye Tiang terkait aksi epiknya tersebut.

Selain ancaman dari Tiang, eh Niang, di babak pertama, gawang Barcelona nyaris tidak tersentuh bahaya. Victor Valdes bisa dikatakan menganggur dan tidak berkeringat. Gianluigi Buffon seharusnya meminjamkan video game PS-nya yang biasa dia mainkan sambil menjaga gawang Juventus kepada Valdes.

Di babak kedua, keadaan tidak semakin baik untuk AC Milan. Max Allegri yang disanjung bak pahlawan saat leg pertama usai, semalam banyak dikritik karena lebih memilih Kevin Constant daripada Mattia De Sciglio. Hasilnya, kesalahan Constant dimanfaatkan David Villa menjebol gawang Abbiati untuk kali ketiga. Dipungkasi oleh gol Jordi Alba di akhir laga, skor 4-0 menjadi penanda musnahnya impian Milan yang kemungkinan besar mengakhiri musim ini tanpa gelar seperti musim lalu. Dan sekali lagi, Barcelona menjadi penjegalnya di ranah Eropa.

Dalam sejarahnya, bukan kali ini saja AC Milan menjadi korban comeback tim lawan di Champions League. Pada musim 2003/2004, Milan, yang saat itu berstatus juara bertahan, menang 4-1 atas Deportivo La Coruna di leg pertama babak perempatfinal. Eh, saat leg kedua, Milan malah disikat 0-4. Super Depor pun secara heroik melenggang ke semifinal.

Yang paling dramatis dan dikenang adalah saat Milan menjadi korban comeback Liverpool di final Champions League 2004/2005. Sudah unggul 3-0 di babak pertama, dan sudah yakin bakal juara, Milan malah sukses disusul oleh Liverpool. Babak kedua berakhir 3-3, dan selanjutnya adalah sejarah. The Miracle of Istanbul. Liverpool juara setelah menang adu penalti.

Dan yang paling gres, musim lalu, Milan yang sudah unggul 4-0 di leg pertama babak 16 besar, hampir tersalip dan keok 0-3 saat leg kedua. Untung saja, saat itu lawannya adalah Arsenal yang sedang menjalani ibadah puasa gelar. AC Milan yang nyaris celaka pun selamat, lolos ke perempatfinal, sebelum akhirnya dihabisi oleh Barcelona.

Kesimpulannya, AC Milan memang sudah terbiasa mengubur harapan para pendukungnya  yang sempat membuncah. Para Milanisti, yang sudah mulai bermimpi untuk meraih trofi Big Ears dengan taktik parkir bus ala Chelsea musim lalu, harus rela melihat bus warna merah-hitam kebanggaan mereka dihancurkan lawan yang sama.

“AC Milan PHP lagi, nih,” kalau menurut abege-abege galau jaman sekarang. Ya, AC Milan, sang Pemberi Harapan Palsu.

AC Milan, sang Pemberi Harapan Palsu

One thought on “AC Milan, sang Pemberi Harapan Palsu

Leave a reply to aldo Cancel reply