Ulasan Film: Loving Vincent (2017)

Vincent Willem Van Gogh merupakan salah satu pelukis yang paling terkenal, dan sekaligus paling kontroversial, yang pernah hidup. Seniman penganut aliran post-impressionist tersebut lahir di Zundert, Belanda. Pada 30 Maret 1853. Lalu mati muda. Saat usianya baru 37 tahun. Di Auvers–sur-Oise, Prancis.

Karena Vincent Van Gogh cukup kontroversial, sosoknya sering diangkat ke layar lebar. Sudah ada banyak film yang mengangkat tentang kisah hidupnya. Namun, di antara semuanya, yang tergolong baru, dan yang cukup menarik perhatian, adalah film animasi eksperimental ber-genre drama biografi: Loving Vincent. Yang dirilis pada 2017 yang lalu.

Film Loving Vincent ini unik. Karena dibuat dalam bentuk lukisan, lalu dianimasikan. Inilah untuk pertama kalinya ada film tentang pelukis yang disampaikan dalam bentuk lukisan. Ditambah lagi, bagian yang difilmkan juga merupakan bagian yang paling menarik dari kehidupan Vincent Van Gogh. Yang kematiannya kontroversial itu. Ada yang bilang ia dibunuh. Namun, selain itu, ada pula yang bilang ia mati bunuh diri.

Kisah Loving Vincent sendiri disampaikan lewat sudut pandang seorang tukang pos. Yang bernama Joseph Roulin (Chris O’Dowd). Yang dulu sering mengantar surat Vincent Van Gogh (Robert Gulaczyk). Terutama, yang ditujukan kepada adiknya. Yang bernama Theo.

Saat Vincent Van Gogh meninggal, pada 29 Juli 1890, masih ada satu surat untuk adiknya yang belum diantarkan oleh Joseph Roulin. Menurut alamat suratnya, Theo tinggal di Paris. Maka dari itu, Pak Pos yang sudah tua tersebut kemudian mengutus anaknya sendiri. Yang bernama Armand (Douglas Booth). Untuk mengantarkan surat terakhir dari mendiang Van Gogh.

Namun, sesampainya Armand di Paris, ternyata, alamat tujuan yang tertera pada surat tadi sudah tidak ditinggali. Ternyata, seperti halnya Vincent Van Gogh, Theo juga sudah meninggal. Tak lama setelah abangnya dikuburkan. Di samping itu, ia juga eninggalkan seorang janda. Yang juga sudah pindah. Entah ke mana.

Surat terakhir Vincent Van Gogh untuk Theo itulah yang menjadi pegangan teori: Bahwa, sesungguhnya, Van Gogh mati dibunuh. Karena, dalam surat tersebut, ia menyatakan kondisinya baik dan normal. Sementara itu, pihak yang meyakini Van Gogh mati bunuh diri mendasarkan keyakinan mereka pada teori: Bahwa, sebenarnya, Van Gogh menderita depresi. Ia tidak ingin menjadi beban lagi bagi adiknya, Theo.

Memang, di antara enam bersaudara dan teman-teman Vincent Van Gogh, hanya Theo-lah yang bisa memahaminya. Van Gogh memang orangnya aneh. Ia pernah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa. Tepatnya, setelah para tetangga Van Gogh menganggapnya gila dan merasa terganggu karenanya.

Sekeluarnya dari rumah sakit jiwa, Vincent Van Gogh tinggal di sebuah panti penampungan. Lalu ia mulai melukis lagi. Kabarnya, hasil lukisan Van Gogh pada periode itulah yang terbaik. Yang, kini, seratus tahun setelah kematiannya, berharga ratusan miliar rupiah. Per lukisan.

Namun, meski demikian, ironisnya, Vincent Van Gogh sendiri tidak sempat mengetahui bahwa lukisan-lukisannya sudah menjadi mahakarya. Karena, semasa hidup Van Gogh, hanya ada dua lukisan karyanya yang laku dijual. Itu pun lewat adiknya, Theo. Yang pekerjaannya memang dealer lukisan itu.

Mungkin, karena sama-sama bergerak dalam bidang seni itulah, sang adik, Theo, bisa memahami Vincent Van Gogh. Ialah yang selalu memenuhi kebutuhan uang sang kakak. Yang seorang pecandu alkohol itu. Selain itu, seperti abangnya, kabarnya, Theo juga menderita depresi. Akibat kurang tidur dan kerja yang berlebihan.

Oleh karena itu, kabarnya, Theo kemudian memendam kesedihan yang mendalam setelah Vincent Van Gogh tiada. Dan, akhirnya, ia meninggal hanya berselisih waktu enam bulan setelah kematian kakaknya. Dua bersaudara tersebut kemudian dimakamkan secara berdampingan. Di sebuah desa. Di Prancis Utara. Di dekat Belanda. Negeri kelahiran mereka.

Btw, berbicara mengenai lukisan-lukisan Vincent Van Gogh, gaya post-impressionist yang dianutnya memang belum dimengerti pada saat ia hidup dulu. Padahal, sejatinya, Van Gogh adalah pelukis yang genius. Namun, banyak yang menganggapnya gila. Yang, terkadang, memang sulit dipahami perbedaannya itu.

Sementara itu, mengenai judul film Loving Vincent ini, sebenarnya, diambil dari kata-kata yang selalu ditulis oleh Vincent Van Gogh untuk menutup suratnya kepada seseorang. Tepatnya, sebelum ia membubuhkan tanda tangan. Yang terletak di atas namanya.

Yang menarik, pemilik ide film Loving Vincent ini bukan orang Hollywood, melainkan seorang sineas dari Polandia. Yang bernama Dorota Kobiela. Yang, seperti halnya Vincent Van Gogh, juga seorang pelukis. Awalnya, Kobiela memproduksi Loving Vincent dalam format film pendek. Yang dirilis pada 2008. Tepatnya, setelah dia mempelajari teknik lukisan Van Gogh lewat surat-suratnya. Dan, hasilnya, ternyata, film yang berdurasi hanya tujuh menit tersebut menuai banyak pujian.

Dorota Kobiela kemudian mengembangkan film pendek tadi menjadi sebuah film panjang. Yang berdurasi 95 menit. Dalam menggarap film panjang Loving Vincent ini, Kobiela tidak sendirian. Dia bekerja sama dengan sesama sineas Polandia: Hugh Welchman. Untuk menyutradarai dan sekaligus menulis skenarionya.

Bagian yang tersulit dalam menghasilkan Loving Vincent adalah menyiapkan 65.000 lukisan sebagai frame animasi. Yang temanya sesuai dengan jalan cerita dalam film ini. Semua lukisan tersebut harus bergaya post-impressionist. Sesuai dengan aliran yang dianut oleh Vincent Van Gogh.

Untuk menghasilkan puluhan ribu lukisan yang akan digunakan dalam Loving Vincent, Dorota Kobiela harus menggaet 125 orang pelukis. Yang berasal dari 20 negara. Yang mampu meniru gaya Vincent Van Gogh. Dari puluhan ribu lukisan tersebut, kemudian dipilih seribu lukisan untuk dibuatkan animasinya.

Untuk mendapatkan 125 orang pelukis yang mau dan mampu terlibat dalam Loving Vincent, awalnya, bukan pekerjaan yang mudah. Karena banyak yang menolak untuk bergabung. Alasan mereka: Itu bukan pekerjaan seniman. Itu pekerjaan tukang. Sebab, idenya sudah ada. Gayanya pun harus seperti Vincent Van Gogh. Selain itu, waktunya juga dibatasi. Dan tarifnya juga sudah ditentukan. Tidak ada jiwa seninya.

Namun, meski demikian, setelah tim produksi Loving Vincent melakukan berbagai upaya, akhirnya, didapatkan lebih dari 5.000 pelukis yang mau bergabung. Mereka merasa terhormat. Karena berkesempatan untuk melukis salah satu kisah hidup pelukis paling legendaris di dunia: Vincent Van Gogh.

Dan, hasilnya, setelah beberapa lama, usaha keras yang dilakukan oleh Dorota Kobiela dan tim produksinya, ternyata, berbuah manis. Setelah dirilis pada 2017 yang lalu, Loving Vincent mendapat banyak respon positif dari para kritikus. Salah satunya, berhasil memenangkan penghargaan Film Animasi Terbaik dalam ajang European Film Awards. Dan, bahkan, selain itu, juga berhasil masuk nominasi Piala Oscars pada kategori yang sama.

Di samping mendapat pujian dari para kritikus, secara finansial, Loving Vincent juga termasuk sukses. Karena mampu meraup pemasukan hingga USD 42 juta dari seluruh dunia. Film yang berbujet hanya USD 5,5 juta ini, ternyata, tidak berakhir tragis seperti nasib Vincent Van Gogh, pelukis tersohor yang dikisahkannya.

***

Loving Vincent

Sutradara: Dorota Kobiela, Hugh Welchman
Produser: Hugh Welchman, Ivan Mactaggart, Sean M. Bobbitt
Penulis Skenario: Dorota Kobiela, Hugh Welchman, Jacek Dehnel
Pemain: Robert Gulaczyk, Douglas Booth, Jerome Flynn, Saoirse Ronan, Helen McCrory, Chris O’Dowd, John Sessions, Eleanor Tomlinson, Aidan Turner
Musik: Clint Mansell
Sinematografi: Tristan Oliver
Penyunting: Dorota Kobiela, Justyna Wierszynska
Produksi: BreakThru Productions, Trademark Films
Distributor: Altitude Film Distribution (Inggris), Next Film (Polandia), Good Deed Entertainment (Amerika Serikat)
Durasi: 95 menit
Genre: Animation, Drama, Biography, History
Kategori Usia: PG-13 (13+)
Budget: USD 5,5 juta
Rilis: 12 Juni 2017 (Annecy), 22 September 2017 (Amerika Serikat), 28 Februari 2018 (Indonesia)

Rating (hingga 1 Januari 2019)
IMDb: 7,8/10
Rotten Tomatoes: 84%
Metacritic: 62/100

***

Edwin Dianto
Pekerja Teks Komersial, Baper Blogger & Writer
E-mail: edwindianto@gmail.com
Blog: edwindianto.wordpress.com
Follow Twitter & Instagram @edwindianto & @filmaniaindo untuk info film-film terbaru.

Ulasan Film: Loving Vincent (2017)

One thought on “Ulasan Film: Loving Vincent (2017)

Leave a comment