Setelah merilis An Inconvenient Truth pada tahun 2006, Al Gore mendapat banyak ejekan. Dalam film dokumenter tentang bahaya perubahan iklim tersebut, digambarkan, ground zero peristiwa 9/11 di New York City digenangi air. Banyak media menilai, gambaran yang ditampilkan oleh film tersebut terlalu mengada-ada. Dan cenderung menakut-nakuti.
Namun, pada tahun 2012 yang lalu, apa yang digembar-gemborkan oleh An Inconvenient Truth tadi beneran terjadi. Lokasi bekas runtuhan menara kembar World Trade Center tersebut dibanjiri air. Akibat badai yang melanda New York City.
Tahun ini, setelah lebih dari satu dekade, Al Gore merilis lanjutan film dokumenter tentang ancaman global warming tersebut. Judulnya: An Inconvenient Sequel: Truth to Power. Yang mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada hari Jumat (25/8) yang lalu.
Seperti film yang pertama dulu, film yang kedua ini juga mengisahkan tentang bahaya perubahan iklim dengan sudut pandang Al Gore. Bisa dibilang, film ini merupakan “curhat” mantan Wakil Presiden Amerika Serikat tersebut tentang sulitnya memperjuangkan isu global warming. Banyak hambatan yang ia hadapi. Termasuk, dari pemerintah Amerika Serikat sendiri.
Upaya untuk mengatasi perubahan iklim, selama ini, memang banyak mendapat tentangan. Terutama, dari para politisi yang “disetir” oleh para pengusaha. Para konglomerat memandang isu pencegahan global warming sebagai sesuatu yang merugikan bisnis mereka. Selain itu, yang menarik, An Inconvenient Sequel juga menampilkan Donald Trump, yang saat ini menjadi Presiden Amerika Serikat itu, sebagai salah satu penentangnya.
Sementara itu, dari sisi kualitas, bila dibandingkan dengan film pertamanya dulu, sekuel film kali ini menyajikan lebih banyak perubahan positif. Terutama, dari segi sinematik maupun isi filmnya. Gambaran peristiwa alam, seperti badai yang dahsyat dan pencairan es di kutub, tampak sangat nyata. Yang, sebagian besar, dihasilkan berkat teknik sinematografi yang semakin canggih.
Bahkan, ada yang bilang, visualisasi adegan bencana dalam An Inconvenient Sequel tampak lebih mengerikan bila dibandingkan dengan disaster movie produksi Hollywood. Seperti, misalnya, The Day After Tomorrow (2004). Yang juga mengangkat kisah tentang global warming itu.
Selain menyajikan visualisasi yang tampak nyata, film dokumenter berdurasi 100 menit ini juga menjelaskan penyebab kenapa Bumi semakin panas. Serta akibat-akibat buruk yang menyertainya. Beberapa video dokumenter amatir ditampilkan untuk lebih meyakinkan penonton akan dampak berbahaya global warming.
Film rilisan Paramount Pictures ini mengajak penonton untuk melihat rekaman para penduduk Filipina. Yang terjebak di dalam sebuah gedung ketika badai menerjang. Selain itu, juga ada video yang menunjukkan suhu panas yang menyengat di India. Yang, saking panasnya, sampai membuat sandal jepit seorang pejalan kaki meleleh di atas jalan beraspal!
Namun, meski isinya bencana, bukan berarti film ini bakal menakuti-nakuti penonton melulu. Karena An Inconvenient Sequel juga menyajikan bagaimana cara kita mengatasi perubahan iklim. Film besutan sutradara Bonni Cohen dan Jon Schenk ini ingin menunjukkan bahwa masih ada harapan bagi umat manusia. Asalkan kita segera berubah. Dan mengambil tindakan.
Alhasil, setelah tayang di Amerika Serikat pada 28 Juli 2017 yang lalu, film ini mendapat respon yang cukup positif dari para kritikus dan situs review. Selain itu, secara box office, raihannya juga cukup lumayan untuk ukuran film dokumenter. Hingga kini, An Inconvenient Sequel sudah meraup pemasukan USD 3,5 juta. Minimal, sudah melampaui bujetnya. Yang “hanya” USD 1 juta itu.
***
An Inconvenient Sequel: Truth to Power
Sutradara: Bonni Cohen, Jon Shenk
Produser: Jeff Skoll, Richard Berge, Diane Weyermann
Pemain: Al Gore
Musik: Jeff Beal
Sinematografi: Jon Shenk
Penyunting: Don Bernier, Colin Nusbaum
Produksi: Participant Media, Actual Films
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 100 menit
Budget: USD 1 juta
Rilis: 19 Januari 2017 (Sundance Film Festival), 28 Juli 2017 (Amerika Serikat), 25 Agustus 2017 (Indonesia)
Rating (hingga 28 Agustus 2017)
IMDb: 5,4/10
Rotten Tomatoes: 78%
Metacritic: 68/100
***
Edwin Dianto
Pekerja Teks Komersial, Baper Blogger & Writer
E-mail: edwindianto@gmail.com
Blog: edwindianto.wordpress.com
Follow Twitter & Instagram @edwindianto & @filmaniaindo untuk info film-film terbaru.