Ulasan Film: The Lion King (2019)

Penantian fans selama 25 tahun, akhirnya, tuntas. Simba sudah kembali ke layar lebar. Lewat remake film The Lion King versi live-action. Yang sudah tayang di bioskop-bioskop di seluruh dunia sejak bulan Juli yang lalu.

Cerita The Lion King yang dihadirkan oleh film versi live-action ini, bisa dibilang, sama persis, alias plek-ketiplek, dengan versi film animasinya. Yang tayang pada 1994 dulu. Hanya saja, bedanya, kali ini, visualisasinya jauh lebih ciamik. Bahkan, terlihat sangat real. Sampai detail yang terkecil.

Dalam film The Lion King versi live-action ini, Simba (JD McCrary) tetap dikisahkan sebagai putra mahkota. Anak pasangan raja dan ratu singa dari Pride Rock: Mufasa (James Earl Jones) dan Sarabi (Alfre Woodard). Sesaat setelah Simba dilahirkan, semua hewan di Pride Lands menghadiri acara perkenalannya.

Namun, meski demikian, ada satu ekor singa yang tak tampak batang hidungnya dalam acara perkenalan Simba. Yaitu, adik kandung sang raja sendiri: Scar (Chiwetel Ejiofor). Yang, diam-diam, dikisahkan, menyimpan dendam. Sebab, kelahiran Simba membuatnya tidak bisa meneruskan takhta dari kakaknya.

Scar pun kemudian bersekongkol dengan kawanan hyena jahat. Mereka dikisahkan segera menyusun rencana untuk menghabisi Mufasa dan Simba. Yang, akhirnya, setengah berhasil: Mufasa terbunuh, tapi Simba selamat. Berkat pengorbanan bokapnya.

Simba pun merasa bersalah atas kematian Mufasa. Singa kecil yang putus asa tersebut kemudian kabur dari Pride Rock. Ia dikisahkan memulai hidup baru di tempat yang baru. Dan kemudian bertemu teman-teman yang juga baru: Seekor babi hutan, yang bernama Pumbaa (Seth Rogen), dan seekor meerkat, yang bernama Timon (Billy Eichner).

Singkat cerita, setelah bertahun-tahun lamanya, Simba yang sedang mencari jati diri, tanpa sengaja, bertemu kembali dengan pacar masa kecilnya: Nala (Beyonce). Simba, yang dikisahkan sudah tumbuh dewasa, akhirnya, berusaha untuk memenuhi takdirnya: Sebagai Raja Singa yang sesungguhnya.

Kisah film The Lion King versi live-action ini memang sudah familiar bagi banyak orang. Karena merupakan adaptasi dari versi film animasinya. Yang dirilis seperempat abad yang lalu itu. Banyak penonton film original-nya, yang dulu masih anak-anak, kini sudah dewasa. Jadi, bisa dibilang, film ini merupakan nostalgia.

Namun, meski merupakan remake dengan cerita yang sama, penggarapan film The Lion King versi live-action ini, sejatinya, tidak setengah-setengah. Disney menggandeng sutradara Jon Favreau. Yang sebelumnya sukses besar kala me-remake The Jungle Book (2016) itu.

Dalam menggarap film The Lion King ini, Jon Favreau meng-upgrade teknologi canggih yang pernah ia pakai dalam The Jungle Book. Yaitu, teknologi motion capture dan augmented reality/virtual reality (AR/VR). Yang memakan biaya sangat besar. Oleh karena itu, untuk memproduksi film ini, Disney harus merogoh kocek sangat dalam: Mencapai USD 250 juta.

Akan tetapi, meski demikian, hasilnya memang mengesankan. Visualisasi film The Lion King ini terlihat sangat nyata. Para kritikus sampai bingung untuk menyematkan genre-nya: Live-action atau animasi. Karena semuanya memang serba komputer.

Efek visual memang menjadi kekuatan utama film The Lion King yang tidak bisa disebut live-action ini. Karena seluruh gambarnya dibuat di studio visual effect MPC. Di London, Inggris. Yang hasilnya benar-benar sangat riil itu. Bahkan, sangat detail. Sampai ke hal-hal yang superkecil.

Setiap rambut dan kumis, setiap jejak kaki yang menimbulkan kepulan debu, semua terlihat sangat nyata dalam film The Lion King ini. Penonton awam, mungkin, banyak yang percaya: Bahwa Pride Rock adalah lokasi yang nyata. Di suatu tempat di Afrika. Yang bentang alamnya diawasi sang Raja Singa. Yang bernama Mufasa.

Selain mengusung teknologi canggih, Disney juga menggaet banyak bintang Hollywood papan atas sebagai pengisi suara The Lion King. Mulai dari Seth Rogen, Chiwetel Ejiofor, Donald Glover, hingga Beyonce Knowles-Carter.

Yang menarik, sebelum diambil oleh Chiwetel Ejiofor, peran tokoh antagonis Scar dalam film The Lion King ini, sebenarnya, pernah ditawarkan kepada Hugh Jackman dan Benedict Cumberbatch. Namun, akhirnya, keduanya menolak. Karena bentrok dengan jadwal mereka yang padat.

Sementara itu, dua bintang cilik, JD McCrary dan Shahadi Wright-Joseph, mengaku telah mendapat kepercayaan besar untuk mengisi suara Simba dan Nala muda dalam film The Lion King ini. Sutradara Jon Favreau memperbolehkan mereka untuk mengutak-atik dialog. Jadi, tidak harus sama persis dengan skenarionya. Mereka bebas menambahkan ad-lib. Seseru yang mereka mau. Shahadi, yang merupakan aktris musikal Broadway The Lion King, mengaku tidak mendapatkan kebebasan tersebut ketika dia berakting di panggung theater.

Selain dua bintang cilik tadi, Seth Rogen dan Billy Eichner juga mendapat kebebasan serupa. Pengisi suara duo jenaka Pumbaa dan Timon tersebut melalui tiga kali proses take. Namun, meski demikian, dialog yang terakhir mereka lakukan tanpa naskah. Dan dialog penuh improvisasi itulah yang akhirnya muncul dalam film The Lion King ini.

Billy Eichner mengungkap, saat mendengarkan lagi, ia baru sadar: Ternyata, banyak banget dialognya dalam film The Lion King ini yang tidak berasal dari skenario. Namun, meski demikian, akhirnya, Billy Eichner sukses mencuri perhatian sebagai Timon. Dan suara Seth Rogen, ternyata, sangat cocok sebagai babi hutan. Hehe..

Penampilan Seth Rogen, sebagai Pumbaa, dan Billy Eichner, sebagai Timon, memang menjadi elemen yang menceriakan The Lion King. Keduanya membuat kisah film ini menjadi lebih segar dan menyenangkan. Mereka berhasil menyuntikkan unsur humor ke dalam film yang awalnya terasa sangat kelam ini. Karena Mufasa dikisahkan baru saja mati dan Simba terlihat putus asa.

Sementara itu, yang menarik, para cast The Lion King yang lain mengaku ada yang berdebar-debar karena harus beradu akting dengan Beyonce Knowles. Padahal, hanya lewat suara. Tidak sampai face-to-face dengan pemilik album Lemonade tersebut.

Salah satu bintang The Lion King yang grogi karena harus main bareng Beyonce Knowles adalah Donald Glover. Pengisi suara Simba dewasa tersebut sampai meminta agar sesi rekaman mereka dilakukan terpisah. Untuk membuatnya lebih rileks. Karena penyanyi dengan nama populer Childish Gambino tersebut mengaku bakal terintimidasi jika harus satu ruangan dengan Beyonce.

Selain Donald Glover, Eric Andre juga merasakan hal serupa. Sambil berseloroh, pengisi suara hyena Azizi tersebut mengaku bakal meledak atau melayang jika harus rekaman bareng Beyonce Knowles. Padahal, Andre belum pernah bertemu Queen Bey secara langsung. Mereka baru bertatap muka dalam gala premiere The Lion King di Los Angeles. Pada bulan Juli yang lalu.

Kehadiran para pengisi suara yang hebat, seperti Beyonce Knowles, memang menjadi elemen positif film The Lion King ini. Meski tidak beradu akting secara langsung, chemistry yang dia tampilkan bersama Donald Glover terasa sangat nyata. Terutama, dalam scene ketika keduanya membawakan lagu Can You Feel the Love Tonight. Yang ikonis itu.

Keterlibatan Beyonce Knowles dalam The Lion King memang sesuatu banget. Istri Jay Z tersebut tidak hanya menjadi pengisi suara Nala, tapi juga menjadi kurator untuk album soundtrack The Lion King: The Gift. Yaitu, sebuah album musik terpisah yang seluruh lagunya diproduseri oleh musisi Afrika.

Album soundtrack The Lion King: The Gift memang istimewa. Karena, selain Beyonce Knowles sendiri yang membawakan lagunya, penggarapan albumnya juga melibatkan lebih dari 20 artis. Yang berasal dari Amerika, Nigeria, Afrika Selatan, Ghana, dan Kamerun.

Dalam album The Lion King: The Gift, Beyonce Knowles memasukkan unsur musik R&B, hiphop, pop, hingga Afro beat. Menurut Queen Bey, lewat album tersebut, kita dapat menikmati penuturan cerita The Lion King dengan cara yang berbeda.

Saat diwawancarai, pada bulan Juli yang lalu, Beyonce Knowles mengatakan bahwa album The Lion King: The Gift memang sangat spesial. Karena album soundtrack tersebut ibarat sebuah surat cinta untuk Afrika. Dia memastikan telah menggaet talenta-talenta terbaik dari Benua Hitam tersebut.

Salah satu lagu dari album soundtrack The Lion King: The Gift adalah Spirit. Yang merupakan lagu pertama. Yang klip videonya dirilis pada 17 Juli 2019 yang lalu. Yang juga dinyanyikan oleh Beyonce Knowles sendiri.

Klip video Spirit menampilkan lanskap Afrika yang indah. Beyonce Knowles terlihat duduk di tengah padang pasir. Sambil mengenakan gaun pink keunguan dan merah yang sangat elegan. Rambut keriting Afro-nya dibiarkan terurai. Aura seorang ratu terpancar kuat dari dalam dirinya.

Selain Beyonce Knowles, para penari latar yang menemaninya dalam video klip Spirit juga berkulit hitam. Termasuk, putri sulungnya: Blue Ivy Carter. Dia muncul dalam klip video yang menampilkan beberapa scene dari film The Lion King tersebut.

Lokasi syuting klip video Spirit, salah satunya, dilakukan di Havasupai Indian Reservation. Tepatnya, di Air Terjun Havasu. Yang tempatnya sulit dijangkau. Yang terletak di Grand Canyon, Arizona, Amerika Serikat. Suku Havasupai sendiri menyambut hangat kedatangan Beyonce Knowles. Yang telah memilih tempat tinggal mereka sebagai lokasi syuting. Bukti keindahan dari tanah air Havasupai, yang terpencil itu, dia bagikan ke seluruh dunia.

Dengan deretan lagu, para cast, dan teknologi penggarapan yang keren tadi, para fans pun menaruh ekspektasi tinggi terhadap film The Lion King produksi Disney ini. Dan, ternyata, hasilnya memang tidak mengecewakan. Terbukti, hingga kini, film ini mampu meraup pemasukan hingga USD 1,3 miliar. Melebihi pencapaian versi film animasinya. Yang “hanya” USD 986 juta. Selain itu, hasil survey beberapa situs ternama juga menyebutkan penonton sangat puas.

Namun, meski demikian, sayangnya, para kritikus punya pendapat yang berbeda. Banyak yang menilai, The Lion King memang menyuguhkan visual yang menakjubkan dan cast-nya juga apik, tapi lemah dalam penuturan cerita. Ada yang menyatakan, film versi live-action yang berdurasi 118 menit ini tidak menyajikan gebrakan baru. Penulis skenario Jeff Nathanson dianggap tidak membuat perubahan besar dalam alur ceritanya. Bahkan, banyak bagian dialog dalam film ini yang terkesan datar.

Selain itu, meski efek visualnya terlihat sangat nyata, mimik wajah para hewan dalam film The Lion King versi live-action ini juga terkesan dipaksakan. Wajah mereka dinilai tidak menampilkan emosi layaknya manusia. Berbeda dari versi film animasinya dulu. Yang sangat ekspresif itu. Mimik wajah singa-singa dalam film animasinya dulu memang terlihat jelas saat mereka berbicara. Dan, terutama, saat mereka menyanyikan lagu. Sebaliknya, dalam film live-action ini, tanpa percikan animasi, tidak ada lagi keajaiban di dalam ceritanya.

***

The Lion King

Sutradara: Jon Favreau
Produser: Jon Favreau, Jeffrey Silver, Karen Gilchrist
Penulis Skenario: Jeff Nathanson
Berdasarkan: Disney’s The Lion King by Irene Mecchi, Jonathan Roberts, Linda Woolverton
Pemain: Donald Glover, Seth Rogen, Chiwetel Ejiofor, Alfre Woodard, Billy Eichner, John Kani, John Oliver, Beyoncé Knowles-Carter, James Earl Jones
Musik: Hans Zimmer
Sinematografi: Caleb Deschanel
Penyunting: Mark Livolsi, Adam Gerstel
Produksi: Walt Disney Pictures, Fairview Entertainment
Distributor: Walt Disney Studios Motion Pictures
Durasi: 118 menit
Genre: Adventure, Kids, Family
Kategori Usia: PG (SU)
Budget: USD 250 juta
Rilis: 9 Juli 2019 (Hollywood), 17 Juli 2019 (Indonesia), 19 Juli 2019 (Amerika Serikat)

Rating (hingga 17 Agustus 2019)
Rotten Tomatoes – Tomatometer: 52% (Rotten)
Rotten Tomatoes – Audience Score: 88% (Fresh)
Metacritic: 55/100
CinemaScore: A
PostTrak: 4/5
IMDb: 7,1/10
Edwin Dianto (Filmania): 6/10 (C)

***

Edwin Dianto
Pekerja Teks Komersial, Baper Blogger & Writer
E-mail: edwindianto@gmail.com
Blog: edwindianto.wordpress.com
Follow Twitter & Instagram @edwindianto & @filmaniaindo untuk info film-film terbaru.

Ulasan Film: The Lion King (2019)

One thought on “Ulasan Film: The Lion King (2019)

Leave a comment